CW//Kiss
“Waaaaaww.” Keyra langsung bergumam takjub tepat ketika kakinya melangkah masuk ke dalam studio Saga. Tatapnya mengedar, tersenyum senang dengan bibir yang bercelah seolah tidak percaya. “Waw, aku nggak percaya akhirnya aku bisa masuk ke ruangan yang selama ini selalu aku tonton lewat vidio Saga!”
Saga tidak menjawab. Dia hanya menarik ujung bibir untuk tersenyum sebelum menutup pintu, memastikan kunci otomatisnya bekerja sebelum melangkah masuk, membiarkan Keyra yang kini berdiri tepat di depan piano besarnya di sisi kanannya.
Ting
Telunjuk Keyra menekan satu nada, lalu tersenyum sebelum menoleh pada Saga.
“Tebak itu nadanya apa?”
“Fa.” Saga menjawab bahkan tanpa menoleh, hanya menarik kursi berodanya untuk kemudian dia duduki, lalu menghidupkan denting lagu pada komputer hingga Keyra bersuara lagi.
“Waw, beneran yah. Hebat,” kata Keyra mengangguk takjub. Lalu tatapnya mengedar lagi pada sisi ruangan yang lain, mengabsen setiap barang yang ada di dalamnya.
Sebuah sofa hitam panjang beserta selimut berwarna merah dan bantal kecil di ujungnya, sebuah gitar yang berdiri tegak tidak jauh darinya, karpet abu-abu yang kini dia injak, lalu banyak alat musik lain di sisi yang bersebrangan, membuat Keyra tidak bisa menyurutkan senyumnya.
“Mau berdiri aja?” suara berat Saga memecah lamunan, menghasilkan Keyra yang menoleh cepat ke sana. Mendapati bagaimana Saga sudah bersandar pada kursi beroda menghadapnya. “Nggak mau duduk?”
“Eh, Saga coba sekali lagi. Aku mau tes Saga beneran genius kayak nama studionya nggak.” Keyra yang tidak menghiraukan pertanyaan Saga kembali berbalik pada piano, lalu menakan dua nada bersamaan. “Itu apa coba?”
“Re, si.” Saga tersenyum dengan melipat dua tangannya di dada. “Kamu pikir lagi ngetes anak TK?”
“Idih pinter banget anak TK bisa ginian,” kekeh Keyra ringan. “Aku aja nggak tau aku mencet apa tadi. Kamu bohong juga aku mah iya-iya aja. Nggak paham aku.”
Saga terkekeh pelan. Namun berhasil membuat bahunya bergerak. “Aku baru tau anak keluarga Atmadja malah buta nada.” Saga tersenyum lebih lebar ketika bibir Keyra melengkung turun, mengikuti ucapan Saga dengan nada mengejek. “Bukannya label ini pake nama kamu?”
Keyra menghela napas, sebelum berpindah untuk memegang senar gitar Saga, lalu memetiknya hingga menghasilkan denting pelan.
“Aku aja lupa terakhir ke sini kapan.” Kerya bergumam gamang. Jemarinya kembali memetik senar gitar di baris ke dua. “Nggak tau deh, Papa tuh kenapa ya nggak suka banget kalo liat anaknya suka hal lain selain yang berbau perusahaan. Papa bilang suka musik dan jadi pengusaha di bidang musik itu dua hal yang berbeda. Belajarnya beda. Makanya nggak pernah diajarin juga.”
Saga terdiam saat melihat bagaimana pendar cerah mata Keyra meredup. Dua matanya mengerjap pelan, sebelum kakinya pelan-pelan menggeret kursi berodanya untuk mendekat pada Keyra, lalu memegang pinggang wanita itu hingga Keyra terkesiap.
“Eh, Saga — ”
“Sini, duduk.” Dua tangan Saga menarik lembut tubuh Keyra untuk duduk di atas pangkuannya. Mendorong lagi kursi beroda itu untuk berada tepat di depan piano Saga, lalu menaruh dua tangan Keyra di atas baris-baris nada. Membuat jantung Keyra berdegub luar biasa.
“Saga, aku beneran nggak bisa mainnya.”
“Mulai sekarang, kamu boleh belajar apapun yang kamu mau.” Dua tangan Saga menangkup dua punggung tangan Keyra untuk dia taruh tepat di atas nada yang Keyra tidak tahu. Terlalu kaku karena merasakan bagaimama tubuh Saga ini mengurungnya di depan piano. “Nggak perlu mikirin apa kata Papa. Pikirin aja kamu maunya apa.”
Ada beberapa detik yang Keyra habiskan untuk terdiam setelah mendengar ucapan Saga. Hatinya bersenyut nyeri, merasakan sesak karena untuk pertama kali, ada yang tidak menyepelekan apa yang dia ingini.
Buka gofood nasi goreng yang bentuknya juga masih acak-acakan, buket bunga yang tampilannya juga masih tidak karuan, juga belajar main piano di usia sedewasa ini tanpa harus mengatakan, alah udah tua ini. Ngapain lagi sih?
Saga tidak pernah menyepelekan apa yang Keyra inginkan.
Sehingga Keyra terdiam. Cukup lama hingga dua matanya memburam.
“Keyra?” Saga yang wajahnya tepat di sisi kanan Keyra menoleh. Tangannya menyingkirkan pelan helai rambut Keyra hingga dia bisa melihat sisi wajah wanita itu dengan jelas, lalu memanggil lagi. “Kenapa?”
Keyra menggeleng pelan. Memaksakan sebuah senyum sebelum ikut menoleh, membuat dua wajah itu begitu dekat hingga Keyra hanya bergumam pelan,
“Sedih.” Keyra terpajam saat ibu jari Saga mengusap rahangnya. Lalu kembali terbuka saat bibir Saga baru saja mengecupnya. “Tambah sedih.”
Saga tersenyum samar. “Banyak banget yang kamu sedihin,” gumam Saga dengan suara beratnya. Menatap Keyra dengan tatap dalamnya. “Tapi janji ya, setelah ini, kamu nggak perlu dengerin Papa kamu lagi. Nggak perlu merasa harus nurut lagi. Karna aku janji, setelah ini, aku akan kasih banyak hal yang dulu Papa kamu nggak bolehin kamu buat coba. Kamu boleh coba itu sekarang.”
“Saga …”
Dan seperti sebuah jawaban dari panggilan itu, wajah Saga kembali merapat, menanamkan satu lumatan lembut di bibir Keyra dalam hangat, sebelum kembali menjauh untuk berbisik,
“Belajar main piano hari ini,” gumam Saga berat seraya mengusap pipi. “Aku ajarin.”
Keyra mengangguk. “Tapi sumpah aku beneran — ”
“Aku ajarin.” Saga menyela lagi. “Nggak harus bisa malem ini, Keyra. Yang penting kamu jangan berenti belajarnya. Nggak masalah bisanya kapan. Kita nggak buru-buru. Kamu nggak buru-buru. Nikmatin aja, ya?”
Maka Keyra mengerjap lembat, sebelum mengangguk lagi. “Oke,” katanya tersenyum. Lalu berbalik pada piano di depannya.
“Sekarang, kita coba kenal nada dasarnya dulu.” Dua tangan Saga kembali menangkup dua punggung tangan Keyra, mengarahkan jari telunjuknya di satu nada, lalu menekannya. “Ini Do.”
“Do.” Keyra mengulangi.
Saga mengangguk. “Mulai nada awalnya itu di sini. Di do.” Telunjuk Saga menekan lagi. “Keyboard di piano itu ada 88 kunci, Keyra. Isinya 52 kunci putih,” telunjuk Saga mengarah pada semua keyboard putih. “Dan 36 kunci hitam. Yang ini.”
Keyra mengangguk serius mendengarkan. Tidak bohong, Keyra tidak main-main saat Saga menjelaskan.
“Nada yang putih itu yang kita mulai dari do yang kamu pencet tadi. Sedangkan yang hitam ini, adalah setengah nada dari nada utama. Yang putih. Kalau kamu pencet sendirian, dia akan kedengeran sumbang. Tapi kalo kamu teken bareng sama yang putih …”
Jemari Saga bergerak menaruh jemari Keyra di atas beberapa notes bersamaan, menekannya pelan, menghasilkan satu nada indah yang Keyra dengar. “Jadi bagus nadanya.”
“Indah banget …” gumam Keyra tersenyum. Jemarinya tidak berpindah, tetap di bawah jemari Saga hingga dia kembali menekannya. Lalu menoleh dengan mata berbinar. “Keren banget.”
“Mm,” Saga mengangguk samar. Lalu menatap Keyra dalam-dalam. “Kayak hidup,” gumam Saga. “Kalo cuma ngerasain salah satu aja, suaranya jadi nggak indah. Seneng aja, atau sedih aja. Rasanya nggak terlalu indah juga. Tapi kalo kita ngerasain seneng abis sedih, atau sedih abis seneng, rasanya lebih nggak datar aja, kan?”
Keyra terdiam. Cukup lama hingga denting pelan dari pengeras suara mengisi hening keduanya, sebelum wajah Saga menjadi wajah pertama yang merapat untuk melumat bibir Keyra.
Lembut, hangat, dan lama.
Seolah dengan lumatan itu Saga ingin mengatakan, bahwa Keyra adalah senang sehabis sedihnya. Dan gerak balasan Keyra ikut mengatakan, bahwa Saga adalah hal yang sama.
Segala bentuk senang yang mereka temukan setelah banyak sedih mereka. Yang kini mereka rapalkan pada semesta, untuk tidak menjasi sedih setelah senang itu mereka rasa.
Maka seperti sebuah dua nada indah yang menjadi satu, dua bibir itu bertemu. Melumat lembut tanpa menuntut, menyentuh pelan tanpa menekan, menyalurkan rasa senang masing-masing karena sudah saling menemukan.
Walau awalnya … Saga tidak menginginkan.
Satu tangan Saga melingkar di pinggang Keyra ketika pria itu memperdalam ciumannya, diikuti tangan Keyra yang mulai meremas helai rambut Saga. Membuat ada decap pelan dari dua bibir mereka.
Namun tepat ketika tangan Saga mengusap pelan paha dalam Keyra, wanita itu melepaskan ciumannya.
“Saga …”
“Sini, hadap sini.” Dua tangan Saga perlahan bergerak mengangkat pinggang Keyra untuk wanita itu berdiri, memutar tubuhnya, lalu kembali duduk di atas pangkuan Saga hingga pria itu sesaat menahan napasnya. Merasakan bagaimana Keyra kini menekan tepat di atas miliknya. “Nyaman?”
Keyra menggigit bibir. Dua tangannya memegang bahu Saga sambil menatap wajah pria itu yang kini mendongak menatapnya, mengusap pelan pinggang Keyra tanpa memutus tatapnya.
“Nyaman, tapi …” Keyra baru saja akan menunduk untuk melihat bagaimana dua milik mereka beradu di bawah sana, namun tangan Saga lebih dulu menangkup pipinya. “Saga …”
“Nggak apa-apa.” Jemari Saga yang ada di pipi Keyra bergerak turun ke leher, sebelum berpindah ke tengkuk untuk pelan-pelan membawa wajah Keyra merendah, merapat, lalu mengecup bibirnya sebelum berbisik rendah, “Yang ini juga, kamu bisa bilang kalo kamu nggak bisa. Aku … bisa ngajarin … semuanya.”
Lantas setelahnya, keduanya mulai menyentuh tubuh satu sama lain dengan begitu gila.
Bagian lengkap 21+ aku taruh di Karyakarsa seperti biasa ya.
Link ada di panel berikutnya.