Papa

parkisye
6 min readMar 18, 2024

--

Requested Marriage by

Parkisye

Siang ini, cuaca terasa sangat cerah.

Gorden-gorden kamar Keyra biarkan terbuka, cahaya matahari hangat Keyra biarkan menyapa kulit putihnya, juga menerangi setiap sudut kamar yang kini bisa dia sebut dengan … kamarnya bersama Saga.

Wanita itu tersenyum. Tidak surut walau tidak ada siapa-siapa, juga tidak ada apa-apa. Ingatannya pada setiap hal tentang Saga selalu mampu membuatnya tersenyum selebar ini.

Na na na na~” Keyra bersenandung asal seraya melangkah ke arah ranjang. Tangannya mengambil selimut putih tebal untuk sesaat menggebasnya di udara, sebelum melipat sambil melanjutkan senandungnya. Hati Keyra juga cerah luar biasa.

“Ganti sprei udah, vacum karpet udah, lap kamar mandi udah, beresin walk in closet udah, terus …” jari telunjuk Keyra mengetuk dagu. “Artinya udah boleh pindahin barang Saga sekarang.”

Maka dengan senyum yang masih sama, Keyra melangkah keluar dari kamar hanya untuk dipertemukan dengan pintu kamar lain yang tidak jauh dari sana. Langkahnya sesaat terhenti hanya untuk menatap gagang pintu, masih teringat bagaimana jantungnya berdegub kencang saat pertama kali dia masuk ke sana untuk mengendap dan menaruh sebuket bunga.

Getarnya masih sama.

Masih butuh waktu lama untuk dia habiskan di depan pintu itu sebelum benar-benar menyentuh handle pintunya, lalu membukanya.

Klak

Kepala Keyra masuk lebih dulu, matanya mengedar pelan pada seisi ruangan kamar Saga. Isinya juga masih sama. Masih kamar dengan tatanan sederhana yang selalu terlihat rapih untuk ukuran milik pria.

Maka pelan-pelan Keyra melangkah masuk lebih dalam. Entah kenapa kakinya masih mengendap, masih tidak terbiasa memasuki kamar Saga walau pria itu sudah memperbolehkannya. Dia tidak ingin menimbulkan banyak suara.

10 langkah, Keyra terhenti. Tubuhnya mematung saat mendapati sesuatu yang berada tepat di atas meja nakas Saga, sesuatu yang Keyra pikir sudah Saga buang sedari lama.

Bunga buatan Keyra ada di sana.

Terendam air hingga bunganya hanya separuh layu, membuat senyum Keyra terkembang lagi walau matanya malah menghangat.

“Saga nggak pernah buang bunganya.” Keyra terkekeh sumbang, mengusap air mata yang jatuh karna rasa haru. “Katanya biarin layu, tapi airnya bersih berarti diganti terus.” Air mata Keyra jatuh lebih banyak. “Saga bilang nggak suka — ish!” Keyra terkekeh lagi di sela isaknya. “Aku nggak tidur cuma buat belajar biar nggak jelek lagi bikinnya, tau!” gumam Keyra sumbang. “Padahal kamu suka aja.”

Keyra berdialog sendiri di tengah ruangan itu. Masih menatapi bunga itu lama sebelum mengusap air matanya, lalu menyentuh samar daunnya.

“Aku pura-pura nggak tau aja, yah,” gumam Keyra tersenyum. “Jangan layu cepet-cepet ya, bunga. Kamu kesayangan Saga. Aku aja — ”

“Noon?” Suara ketuk pintu dari Mbak Inah di kamar Keyra membuat Keyra sontak menoleh cepat, lantas melangkah panik seolah dia sedang tertangkap basah memasuki kamar Saga. “Non Keyra?” Tok Tok Tok. “Noon — ”

“Kenapa, Mbak?” Keyra yang malah muncul dari pintu kamar Saga membuat si Mbak tersentak kaget, mengelus dada untuk meredakan debar jantungnya. “Hehehe, kaget yah? Lagian buru-buru banget ngetoknya. Kenapa, Mbak?”

“Non, ada itu — ” si Mbak yang panik malah tiba-tiba kehilangan ingatannya. “Itu — siapa, aduh — ”

“Siapa sih, Mbak?” kekeh Keyra. “Ada siapa?”

“Pak Atmadja!” Dua mata Keyra langsung membulat besar. “Pak Atmadja sama Ibuk. Aduh, Non cepet ke bawah. Oleh-olehnya banyak banget.”

“Papa Mama?!” Keyra berseru senang, melompat kecil sambil bertepuk tangan, lalu berlari kecil untuk cepat-cepat turun ke bawah.

Sampai,

“PAPAA!” Keyra berlari ke pelukan Papa lebih dulu ketika pria paruh baya yang sedang berdiri itu menoleh, lalu merentangkan tangan untuk menerima Keyra dalam dekapnya, memeluknya erat. “Aaaaaa kanget banget ih. Lama banget perginyaaaa.”

Papa terkekeh sambil menepuk punggung Keyra. “Keyra bagaimana kabarnya, Nak? Happy?” satu pertanyaan yang selalu Papa tanyakan. “Senang di sini?”

Keyra mengangguk cepat. “Seneng banget!!” Dia mengurai peluk untuk menatap Papa. “Pokoknya Keyra seneng banget. Papa liat nggak nih wajah Keyra udah secantik artis Korea saking happy-nya.”

Papa terkekeh lagi sebelum mencubit dua pipi Keyra. “Happiness looks good on you, Nak. Papa ikut seneng. Cuma kayaknya Mama kamu yang nggak seneng tuh.”

Keduanya langsung menoleh pada Mama yang melipat tangan di dada, melengkungkan bibir seolah tidak terima bahwa Papa mendapat pelukan pertama.

“Mentang-mentang Papa yang nyuruh beliin tas setoko-tokonya,” kata Mama. “Si adek langsung nggak liat Mama lagi. Mama yang sedih ah.”

Keyra terkekeh lagi seraya melangkah untuk memeluk Mama, namun tidak Mama balas tanda merajuk.

“Aduh, Mama siapa ini cantik bangeeeet kayak sophia latjuba. Aduh aduh, cantik bangeet.” Keyra mengecupi pipi Mama sampai wanita itu tersenyum, lalu membalas peluk Keyra sama eratnya. “Makasih udah bawain Keyra olah-oleh banyak ya, Mamaku sayang.”

“Maaf karna nggak ajak Adek, ya,” gumam Mama tersenyum tanpa melepas peluk. “Maaf kita malah pergi semua.”

“Idih, ya nggak apa-apa lah?” kata Keyra. “Namanya kerjaan. Aku malah seneng tau, ngeliat Papa, Mama, Abang udah bisa nggak khawatir ngelepas Keyra kayak gini. Jadi Mama nggak perlu mikir dua kali kalo ada project yang mau diambil. EH tapi ngomong-ngomong Mama kemaren ke Paris ngapaiiin.”

Mama melepaskan peluk, lalu menepuk pelan dua pipi Keyra. “Ada project untuk Paris Fashion Week musim depan,” kata Mama. “Diminta Dior buat nyumbang koleksi musim dingin.”

“Idih keren bangeeeet!!!” Dua mata Keyra berbinar. Jauh dalam hatinya kembali bersuara, pingin kayak Mama. “Waw, nanti kalo aku udah bisa, aku mau dateng buat liat runaway-nya ah. Pasti keren.”

“Kalau Adek udah bisa, nanti Mama siapin tiketnya. Tapi sekarang …” tangan Mama mengusap pelan kepala Keyra. “Sembuh dulu ya, Adek. Anak Mama, cinta Mama.”

Keyra tergelak. “Ma, aku udah jadi istri orang loh. Masa’ masih digituin,” kekehnya. “Malu tau. Udah gede.”

“Udah gede, udah gede, Adek itu di mata Mama masih tetep bayi Mama yang harus Mama gendong-gendong tau nggak,” kekehnya. “Nggak ada itu udah gede. Lagian adek — ”

“Non, maaf,” suara Mbak yang menyela membuat ketiganya yang masih berdiri menoleh, membuat si Mbak seketika gugup. “Itu — ada kiriman di depan, katanya …untuk Non Keyra. Apa saya bolehkan masuk? Karna katanya mau antar berkas.”

Keyra mengernyit bingung. “Berkas?” katanya mencoba memikirkan berkas apa. Namun ketika ingatannya mengingat pesan Saga padanya tadi, dia langsung tersenyum. “Ooh, dari Saga, itu,” kekehnya ringan. Tidak selarang dengan Papa yang menatap dalam. “Iya udah, suruh masuk aja nggak apa-apa, Mbak. Tadi kata Saga disuruh diterima, kok.”

“Baik, Non.”

Lantas setelahnya, Ketiganya duduk di sofa ketika si Mbak pergi, sebelum kembali membawa masuk seorang wanita berpakaian blazer rapih dengan senyum manisnya.

“Ibu … Keyra Atmadja, benar?” Wanita yang mengulurkan tangannya lebih dulu langsung membuat Keyra ikut berdiri, menyambutnya. “Saya Lilia, Ibu. Dari Lilia Fashion Academy.”

Senyum Keyra langsung lenyap. Dimakan rasa khawatir yang membuat jantungnya berdegub kencang. Mendinginkan jemari di genggaman.

“O-oh …” kata Keyra terbata. Dia sesaat melirik Papa yang kini menatap mereka dengan kaki kiri bertumpu pada kaki kanannya, tidak mengucapkan apa-apa. “Kok … fashion … academy? Maksudnya — ”

Dua mata Keyra kembali membulat saat beberapa orang mulai masuk untuk membawa banyak-barang yang dia tahu sekali untuk apa, membuat Mama yang sama tahunya kini mulai menegakkan tubuhnya.

Keyra panik luar biasa.

“Adek — ”

“Eh, ini salah kayaknya, Mbak.” Keyra sengaja memperkuat suara agar Papa yang masih diam mendengarnya. “Saya nggak pernah daftar apa-apa. Terus ini …” jemari Keyra yang gemetar menunjuk semua barang-barang itu. “Ini juga saya nggak pernah pesen, Mbak. Tolong di bawa lagi aja, ya.”

“Loh, maaf sekali, Ibu. Tapi jelas tertera di sini bahwa — ”

“Nggak, nggak. Itu salah.” Keyra menggeleng panik dengan tangan menidakkan. Suaranya mulai ikut gemetar. Namun ikut nyeri karna membayangkan wajah kecewa Saga hingga pandangannya memburam. “Saya nggak pernah daftar kayak ginian. Nggak — ”

“Ini apa?” Suara berat Papa yang kini bertanya pada Lilia membuat wanita itu menoleh sopan. “Daftar apa?”

“Oh, begini, Pak. Saya izin menjelaskan terlebih dahulu. Jadi — ”

“Aku udah bilang nggak!” Suara Keyra yang meninggi membuat air matanya jatuh hingga Lilia terdiam. Bibirnya bergetar, menahan tangis karena ingatannya membawanya lagi akan kemarahan Papa pada Mama dengan alasan yang sama. Memperbolehkan Keyra menjadi seorang fashion designer seperti Mama. 1 tahun, selama satu tahun kemarahan itu Mama terima. Keyra tidak ingin Papa melakukannya juga pada Saga. Dia tidak akan bisa terima.

“Aku udah bilang aku nggak pernah daftar. Nggak mau. Jadi Mbak Lilia boleh pulang aja, nggak?” kata Keyra sumbang. “Aku mohon. Pulang aja, bawa semua barang-barangnya juga. Ya?”

“Tapi, Ibu — ”

“Tolong boleh ya, Mbak?” kata Keyra memohon. “Tolong … banget.”

Maka setelahnya, Lilia pergi bersama semua pesanan Saga.

--

--

No responses yet