Mimpi

parkisye
7 min readFeb 27, 2024

--

Requested Marriage by

Parkisye

Keyra sudah sering memimpikan banyak skenario indah tentang Saga. Tentang bagaimana pria itu tersenyum padanya lebih dulu, tentang bagaimana pria itu menggenggam tangannya lebih dulu, juga tentang bagaimana pria itu mengatakan seribu kata penguatan untuk Keyra hingga wanita itu tidak lagi cepat menyerah seperti dulu. Keyra sudah sering memimpikannya.

Sosok Saga yang selama ini Keyra ciptakan di dalam mimpinya.

Saga yang akan mengusap puncak kepalanya saat dia menangis, Saga yang akan mengusap pipi basahnya setap kali air matanya keluar lebih dulu sebelum suaranya, dan Saga yang akan menatapnya sambil berkata,

“Boleh, nangis,” gumamnya dengan suara berat hingga Keyra merasa sesaknya selalu meluap. “Tapi abis itu ketawa lagi, ya? Senyum lagi. Sekarang boleh nangis. Aku temenin.”

Saga yang Keyra sayang setengah mati.

Juga yang sayang pada Keyra dengan sama besarnya.

Saga yang hanya ada di dalam mimpi Keyra.

Dalam setiap harinya memeluk dua lutut di atas ranjang, Keyra selalu tersenyum ketika siang membawanya pada setiap angan-angan, lantas bermonolog sambil menatap nanar pada setiap sudut kamar.

Pasti bakal seneng banget, ya, kalau bener-bener bisa nikah sama Saga. Pasti bahagia banget. Bisa disayang sama Saga.

Keyra ingin merasakan bagaimana Saga menyayanginya. Kali ini, tanpa harus tidak sabar melewati siang hanya untuk menantikan malam. Menantikan jam dimana dia bisa terpejam untuk kemudian merangkai skenario mimpi yang berbeda, menemui Saga di dalam sana.

Kali ini, Keyra ingin yang nyata. Ingin Saga yang nyata yang menyayanginya. Sehingga ketika Saga menawarkan untuk menikahinya bahkan tanpa getar saat mengatakannya, Keyra menerimanya.

Tanpa bertanya alasannya apa, Keyra menerimanya. Keyra tahu pasti Ayah yang melakukan semuanya. Dan Keyra juga tahu, alasan Saga menikahinya bukan karena cinta.

Tapi Keyra membiarkannya.

Keyra pikir … walau sedikit, Keyra ingin memohon untuk bisa merasakan sayang yang selalu dia impikan dalam tidurnya. Keyra pikir … walau sedikit, dia ingin memohon untuk diperbolehkan merasakan hidup bersama pria yang selalu membuatnya tertawa dalam bunga tidurnya. Keyra pikir … walau sedikit, dia ingin memohon, semesta memberikannya sedikit bahagia.

Sedikit … saja.

Setelah semua perjuangannya untuk hidup hanya untuk bertahan, tidak bolehkah kali ini dia hidup memang karna dia ingin hidup?

Sedikit … saja.

Dia ingin merasakan senang bersama Saga di hidupnya.

Tapi ketika kini dia menyadari bahwa yang senang memang hanya dirinya dan bukan Saga, ketika dia baru menyadari bahwa Saga yang nyata adalah Saga yang membencinya, Keyra merasa napasnya sesak luar biasa.

Saga membencinya.

Terlalu benci hingga rela mengatakan dia tidak suka bacon hanya karena Keyra yang membuatnya. Membuat hati Keyra sakit luar biasa.

Kangen Saga yang sayang sama Keyra.

Kangen Saga yang nggak nyuekin Keyra.

Kangen Saga yang nggak benci Keyra.

Kangen Saga.

Kangen Saga yang selalu ada di mimpi Keyra

Maka dengan segala rindu pada Saga yang berbeda, Keyra menarik laci meja nakas di sisi ranjang untuk mengambil sebotol kecil obat yang dokter Ira berikan tepat sebelum hari pernikahannya. Menuang dua butir ke telapak tangan, lantas meminumnya sebelum menarik selimut tebal di jam 3 sore, terlelap tenang sebelum menjemput rindunya pada Saga.

“Saga! Ih, Hujan!” Keyra yang terkekeh sambil menaruh telapak tangan di atas kepala disambut senyum oleh Saga. Jemarinya masih betah merangkum jemari Keyra walau rintik hujan jatuh semakin banyak. Berjalan menyusuri pinggir kota dalam malam. “Saga, nggak mau lari?”

“Biarin,” kata Saga. Satu tangannya yang bebas merogoh tas hanya untuk mengeluarkan sebuah payung kecil hitam, lalu melebarkannya dalam satu kali hentak, memayungi keduanya. “Jangan biasain lari, Keyra. Hujan waktu malem itu nggak apa-apa. Kamu nggak akan apa-apa.” Saga yang kini menoleh membuat Keyra tertegun, membiarkan gemuruh air hujan mengisi hening sebelum Saga bicara lagi. “Nggak usah lari. Jalan aja. Sama aku.”

Jalan aja. Sama Saga.

Saga yang ini, tahu Keyra akan lari di malam yang berhujan. Salah satu harap bahwa dia juga bisa lari waktu malam kelam itu datang. Malam berhujan.

Ada tiga detik yang Keyra habiskan hanya untuk mengerap pelan pada dua mata Saga. Sebelum senyumnya pelan-pelan terbit walau matanya terasa hangat. Tahu kalau Saga yang di depannya hanya Saga yang ada di dalam mimpinya.

“Mm,” gumam Keyra akhirnya. Satu tangannya cepat-cepat merangkul lengan Saga untuk kembali berjalan, lalu menyandarkan kepala pada bahu Saga di bawah deru air hujan. “Saga …”

“Mm,” gumam Saga dengan suara beratnya.

“Aku kan kemaren nonton drama korea yah, katanya kalo lagi hujan gini, kita bisa liat seberapa besar cinta seseorang dengan cara seberapa banyak dia kasih bagian payung untuk orang di sebelahnya.” Keyra terkekeh pelan. “Kaya gitu tuh,” Keyra menunjuk dua orang yang tidak jauh di depan mereka. “Masa bahu orang di sebelahnya tetep kena air. Yang pegang payung nggak cinta berarti.”

Lantas tanpa menjawab apapun, langkah Saga terhenti hingga kepala Keyra yang ada di bahu Saga menegak. Pria itu mengerjap, sebelum mengulurkan semua payung pada Keyra hingga punggung pria itu basah, membuat dua mata Keyra membulat.

“Saga — ”

“Ambil. Semuanya,” kata Saga tanpa ragu. Membuat hati Keyra seketika bergemuruh. “Ambil. Buat kamu semuanya.”

Saga yang ini, Keyra sangat menyayanginya.

Maka setiap kali wanita itu terbangun dan membuyarkan semua mimpinya, Keyra hanya akan mengambil obat yang sama untuk dia teguk lagi. Lalu kembali menarik selimut untuk kembali dipertemukan Saga yang itu di dalam mimpi.

Saga yang rela memberikan seluruh payung walau dia kehujanan sendiri.

Satu butir …

Dua butir …

Tiga butir …

Lalu Keyra mulai kehilangan hitungannya. Dia mulai kehilangan harinya. Dia hanya ingin terus ada dalam mimpinya. Karna dia tidak sanggup, menatap Saga di dunia nyata yang membencinya.

Keyra tidak tahu sudah berapa lama dia terlelap dalam mimpinya. Dia tidak peduli. Siangnya mulai dia abaikan, paginya mulai dia lewati, lantas malamnya dia terpejam lagi.

Lama.

Hingga pelan-pelan tubuhnya terasa begitu berat bahkan untuk matanya sekedar mengerjap. Kamarnya selalu dia biarkan gelap, tubuhnya hanya betah diam di bawah selimut hingga ada keringat yang tidak hangat. Membuat setiap kali kesadaran membawanya naik, dia hanya akan kembali terlelap.

Kangen Saga

“Keyra …” maka pelan-pelan suara berat Saga terdengar samar di tengah lelapnya. Membuat Keyra yang masih terpejam mengembangkan senyum lemahnya. Obatnya bekerja. Saga ada di sana. “Keyra …”

Tapi kenapa gelap semua? Kenapa tidak ada wajah Saga di sana. Saga dimana.

Saga …

Keyra bisa merasakan bagaimana jemari besar Saga menyentuh helai-helai rambutnya dalam samar. Mengusap pelan peluh dingin yang ada di kening Keyra, sebelum kembali memanggil dengan suara yang terdengar lebih dekat.

“Keyra …” gerak jemari itu berpindah pada lengannya, mengusap lagi dengan pelan di sana. “Keyra, bangun.”

Maka pelan-pelan Keyra memaksa segaris matanya terbuka. Rasanya berat. Namun tetap dia usahakan untuk mengerjap lemah pada wajah Saga yang masih terlihat buram, sebelum tersenyum lemah dan bergumam,

“Saga …” Keyra bergumam serak. Dua matanya perlahan kembali terpejam hingga Saga harus kembali bersuara,

“Iya, ini Saga,” katanya dengan suara beratnya. “Bangun.”

“Nggak mau … ” Keyra berguman serak dengan matanya yang masih terpejam. Lemah. Suaranya terlalu lemah hingga Saga harus merendahkan wajah untuk mendengar lebih jelas. “Nggak mau bangun …”

“Kenapa?” gumam Saga melembut. “Kenapa nggak mau bangun?”

“Kalo bangun, Saganya nggak sayang lagi …” gumam Keyra parau hingga napas Saga terasa nyeri. Sakit sekali. Melihat bagaimana Keyra memaksa dua matanya terpejam walau ada genangan air di sudut matanya, rasanya sakit sekali. Dia pasti sudah jahat sekali. “Kalo bangun, Saganya nggak senyum lagi. Nggak mau bangun. Mau mimpi aja.”

“Keyra …”

“Nggak mau … ” Satu tetes air mata Keyra jatuh miring tanpa membuka matanya, membuat jemari Saga cepat-cepat menyeka. “Masih mau … disenyumin Saga kayak di mimpi. Masih mau disayang Saga kayak di mimpi. Jadi biarin aku tidur aja, ya? Sebentar … lagi,” lirih Kerya hampir berbisik, menjatuhkan air matanya lebih lagi. “Sebentar … lagi. Mau tidur sebentar lagi.”

Jemari Saga yang sedari tadi mengusap pipi basah Keyra kini berpindah untuk mengusap lembut puncak kepala Keyra ketika air mata wanita itu jatuh semakin banyak, membuat dua matanya ikut menghangat.

“Keyra …”

Keyra yang langsung menenggelamkan wajah pada guling untuk menutupi air matanya membuat Saga kehilangan suara. Terdiam lama hanya untuk mengusap puncak kepala Keyra sambil menunggu nyeri hatinya sendiri ikut mereda.

Sampai,

“Nggak perlu tidur lagi, Keyra,” gumam Saga, kembali menyeka air mata Keyra dengan gemuruh hatinya yang semakin kuat. “Nggak perlu mimpi lagi. Kali ini, kamu nggak perlu mimpi lagi untuk dapet itu semua. Karna aku yang akan kasih semuanya, buat kamu. Jadi bangun, ya? Jangan tidur lagi.”

“Bo — hong.” Suara isak Keyra teredam guling hingga Saga pelan-pelan harus menariknya untuk melihat Keyra lebih jelas. Masih memejamkan mata untuk menolak Saga yang nyata. “Pasti bohong.”

“Nggak …” ibu jari Saga mengusap pelan ujung mata Keyra. “Makanya buka matanya. Nggak bohong.”

Maka dengan isak lemah yang masih ada, juga air mata yang jatuh begitu saja, Keyra pelan-pelan kembali membuka segaris matanya. Mengerjap lambat ketika tatap Saga menyambutnya, membuat kening wanita itu mengenyit ketika sesak lagi-lagi menyambutnya.

“Saga …” isak Keyra dengan kerjap lemah hingga ibu jari Saga kembali mengusap pipinya. Menyeka dengan tatap dalamnya. “Saga …”

“Mm …” gumam Saga berat. Menatap Keyra dalam lekat. “Apa, Keyra…”

“Ini … mimpi lagi, ya?” gumam Keyra lirih. Sudah terbiasa dikecewakan dengan mimpi yang selalu dia harap untuk jadi nyata. Namun selalu berakhir dia terbangun dan dipertemukan dengan sia-sia. “Saga yang ini … mimpi juga, ya?”

“Nggak …” Saga dengan sabar mengulangi. “Nggak mimpi. Kali ini, kamu nggak mimpi.”

Keyra masih terdiam. Tangannya pelan-pelan terangkat hanya untuk jemari gemetarnya menyentuh pelan kulit pipi Saga, membuat degub jantung pria itu mulai berdetak luar biasa.

“Nggak mimpi … ” Keyra bergumam lemah. Masih tidak percaya. “Bohong …” Keyra terpejam dalam beberapa detiknya, sebelum kembali membuka. Saga masih ada di sana. Dia masih menyentuhnya. “Bohong. Pasti abis ini, aku kebangun lagi. Pasti mimpi lagi. Bohong.” Tangan itu sudah akan jatuh ketika tangan Saga menahannya, membuat degub jantung Keyra ikut berpacu luar biasa.

“Nggak bohong,” sekali lagi. Jemarinya menggenggam tangan Keyra hingga tubuh wanita itu membeku, menaruh tangan itu di sisi tubuh Keyra hingga kini tubuh Saga mengurungnya, lantas mulai merendahkan wajahnya. “Kali ini, kamu bisa yakin. Kalo ini … bukan mimpi.”

Lantas wajah itu bergerak semakin merendah, mengikis jarak hingga pelan-pelan deru napas Saga terasa hangat di wajah Keyra, membuat wanita itu sontak menahan napasnya ketika kini bibir Saga, menyapa lembut bibir Keyra.

Kecupan pertama …

Kecupan kedua …

Dan bibir Saga tertahan sedikit lama ketika kecupan itu berubah menjadi yang ketiga. Membuat tangan Keyra mengpal karna jatungnya yang terasa akan meledak luar biasa. Sampai ketika wajah Saga menjauh, dua tatap itu bertemu. Membiarkan keduanya terdiam lama sebelum,

“Nggak mimpi,” Saga mengulangi dengan tatap seriusnya. “Kali ini, aku pastiin semuanya … nggak mimpi.”

Lantas setelahnya, Saga langsung membawa Keyra masuk dalam dekapnya ketika tangis wanita itu tumpah luar biasa. Terisak. Membuat Saga hanya terdiam sambil mengusap punggung Keyra.

Maka malam ini, Keyra bisa yakin, dia tidak sedang bermimpi lagi.

--

--

No responses yet