“Bang, Keyra besok bisa nikah nggak, ya?”
Itu adalah satu pertanyaan Keyra yang wanita itu tanyakan malam ini saat duduk berdua bersama Abangnya di balkon kamar, memeluk dua lutut sambil menatap hamparan bintang dan langit malam.
“Kalo Keyra kayak gini terus, Keyra nanti tuanya sama siapa ya, Bang?”
“Sama abang lah.” Abangnya yang bernama Kalland itu menjawab sambil menyesap secangkir coklat hangat yang dihidangkan si mbak — sebutan untuk PRT di rumahnya. “Lagian abang yakin, bentar lagi adek sembuh.”
Keyra tersenyum samar. “Keyra sembuhnya cuma sama Saga kali ya, Bang?” Keyra mengaduh ketika Kalland menempeleng pelan kepalanya, sebelum memukul balik lengan pria itu. “Bilang Papa loh maen-maen sama kepala. Nanti bego aku.”
“Udah bego.”
“Ya jangan ditambahin!”
Kalland terkekeh sebelum kembali menyesap coklatnya, lantas menghela napas.
“Emangnya yang kamu liat dari Saga apaan sih dek?” Kalland menoleh, rasanya baru kali ini punya kesempatan bertanya perasaan Keyra tentang Saga. “Segitunya suka sama orang.”
Keyra tersenyum, sebelum menaikkan dua bahu tanda dia juga tidak tahu. “Nggak tau,” katanya pelan. “Semua yang dia lakuin tuh … kayak bikin aku … aman?” kata Keyra ragu. Apakah aman adalah kata yang tepat? “4 tahun ini, aku selalu mikir … semua cowok pasti jahat sama aku. Ngeliat mukanya aja aku takut. Serem. Tapi kalo liat Saga, nggak.”
Keyra menarik napas panjang dengan senyum yang masih mekar, Saga selalu mampu membuatnya tersenyum sebesar ini.
“Kayak … ni cowok pasti nggak akan kayak cowok-cowok yang pernah jahatin Keyra. Pasti beda. Keyra pasti disayang. Pasti ngerasa — IH ABANG!” Kalland yang kembali menempeleng kepala Keyra membuat wanita itu marah, yang malah menghasilkan kekeh dari Kalland. “Beneran bilang Papa sekali lagi. Awas.”
“Lagian omongannya,” kata Kalland masih terkekeh. “Geli.”
“Ya Abang tadi nanya, ish!” Keyra membuang tatap kesal, membuat Kalland mulai meredakan senyumnya, lantas menghela napas panjang.
“Jadi kalo Saga beneran mau nikah sama kamu, kamu mau?”
“Mau laaah!” kata Keyra tanpa ragu sama sekali. “Bahkan kalo aku harus nuker semua keberuntungan aku, aku nggak yakin bisa dapetin Saga.” Keyra tertawa gamang, menyadari sebuah kemustahilan. “Tapi liatin dia kayak gini aja udah cukup tau Bang. Aku udah makasih banget sama Saga yang walau cuma lewat vlog-nya, bisa bikin aku gak nangis lagi tiap malem.”
Kalland langsung menoleh ketika suara Keyra berubah sumbang, membuat wanita itu harus berdehem sesaat.
“Makasih ya, Abang, Papa, Mama, yang udah bolehin Keyra sembuhnya pelan-pelan.” Keyra sesaat tertunduk, memainkan jemari dipangkuan. “Walau udah kelamaan ngerepotin, kalian nggak pernah ngeluh di depan aku. Makasih.”
“Apaan sih Dek,” Kalland terkekeh malas. Walau hatinya ikut sesak. “Jangan kebiasaan kamu bilang gitu. Mama marah nanti.”
“Ya emang bener.” Keyra menyesap coklatnya sendiri. “Pasti bosenlah harus siaga gitu jagain aku yang banyak di rumahnya. Pasti kalian juga pengen seneng-seneng ke laur, tapi nggak bisa.”
“Sok tau.”
“IH MAMAAA!” Keyra yang kembali memekik karna Kalland mendorong kepalanya membuat Kalland tergelak. Lalu mengacak-acak rambut Keyra hingga tangan wanita itu menepisnya. “ISH BARU SHAMPO-AN AKU AH!”
Sehingga keduanya memberikan jeda lagi ketika angin malam berhembus ke arah mereka, membiarkan sunyi sebelum suara Kalland terdengar berat,
“Kalo gitu ke bawah gih sana, Dek.” Keyra yang mengernyit tidak Kalland hiraukan, hanya menatap ke depan. “Ke bawah, ada yang mau ketemu. Coba liat.”
“Ih nggak ah.” Keyra langsung anti pati mendengar ada yang ingin bertemu. Selain Emelie, dia tidak mau menerima tamu. “Tamunya si Mama ya? Biasanya mau dikenal-kenalin sama anak temennya. Males ah.”
“Tamu kamu.” Keyra mengernyit lebih banyak. “Turun dulu makanya. Kalo nggak mau, langsung naek lagi nggak papa. Liat dulu.” Keyra yang masih hanya menatap curiga membuat Kalland mendorong lengan wanita itu. “Gak usah sok mikir. Tinggal turun, liat, kalo nggak suka, balik sini. Nggak papa.”
“Siapa sih?” dua tangan Keyra mulai bergerak untuk mengikat rambut, selaras dengan kakinya yang memakai sendal berbulu, lalu bangkit dari kursinya. “Kalo ini prank-prank kayak di TV gitu, aku gebuk ya Abang.”
“Gebak gebuk, mau jadi istri Saga maen gebuk-gebuk. Lembut dikit.” Keyra yang langsung terkekeh membuat Kalland mendesah malas. “Udah sana cepet. Udah nunggu orangnya.”
“Iya, sabaar.” Keyra langsung berlari menyeret sandalnya ketika ikatan pada rambutnya sudah selesai. Membuat leher jenjangnya terlihat sempurna. Lantas mulai menuruni anak-anak tangga rumah mewahnya sambil mengintip-intip ke bawah.
“Siapa sih?” Tangannya menggenggam bahu tangga, langkah turunnya melambat setiap kali wanita itu semakin dekat, masih mencoba mencari tahu, siapa yang datang untuknya. “Halah paling Emelie bawa martabak bangka.”
Maka senyum Keyra terkembang semakin lebar seiring langkahnya semakin cepat, menyapu pandang pada seisi sudut ruang tengah yang kosong sebelum mengernyitkan kening, lalu melanjutkan gerak ke arah ruang tamu yang lampunya menyala, membuat bibirnya langsung membuka,
“Yaelah pake acara nunggu di ruang tamu segala. Lo kan — ” langkah Keyra langsung tertanam di tempat. Tubuhnya mematung kaku hingga degub jantungnya berantakan, memaku tatap pada seorang pria yang selalu dia ucapkan terima kasih-nya setiap malam.
Saga.
“Oh — ” seperti sedang terhimpit di ruangan yang sesak, napas Keyra tercekat. Dua bibirnya bercelah untuk mencoba mengeluarkan suara, namun hanya menghasilkan hampa. Membuat jemarinya mulai meremas sisi-sisi celana ketika tubuhnya mulai gemetar. “Ini — ”
“Kenapa nggak dm lagi?” Walau seharusnya Keyra merasa begitu senang bisa mendengar suara berat Saga bicara padanya, entah kenapa rasanya sesak. Terlalu sesak hingga air matanya mulai menggenang. “Kenapa berenti?”
Keyra kehilangan suara. Menelan saliva ketika pandangannya semakin memburam, membuat Saga mengerjap pada jemari Keyra yang mengepal sebelum kembali bertanya,
“Sakit?” Keyra menggeleng cepat hingga air matanya jatuh. “Bisa ngobrol sebentar?” Lalu Keyra mengangguk. Membuat Saga menepuk samar tempat kosong di sebelahnya tanpa mengatakan apa-apa. Yang entah bagaimana Keyra respon dengan menggerakkan langkah mendekat pada Saga.
Mendudukkan diri di sebelah pria itu hingga napasnya tertahan. Merasa salah mengambil jarak yang sepertinya terlalu dekat hingga aroma parfume pria itu bisa ikut tercium juga. Detak jantungnya jadi terlalu kencang.
Sehingga ada hening yang canggung yang mengisi sunyi ruang tamu keluarga Atmadja malam ini, menemani Saga dan Keyra yang hanya duduk diam di sofa bahkan tanpa saling tatap satu sama lain, membuat jantung Keyra rasanya akan meledak.
Sampai,
“ Aku — ”
“Ayo nikah.” Saga yang tiba-tiba menoleh membuat Keyra tersedak udara. Pada titik ini, dia yakin dia sedang ada di dalam mimpi aneh yang terasa nyata. Dia yakin sekali. Sebentar lagi dia pasti akan terbangun dan menghadapi realita seperti biasanya.
“A-apa?” Keyra yang masih berusaha meredakan batuknya menatap Saga yang begitu nyata hingga matanya sempat tergelincir pada bibir tipis pria itu, baru kembali ke matanya. “Kamu — apa?”
“Nikah,” kata Saga mengulangi dengan suara rendahnya, menatap Keyra dengan tatap dalamnya. “Saya nggak pinter ngomong panjang lebar. Bingung,” kata Saga membasahi bibir hingga tatap Keyra kembali tergelincir. “Kamu bilang di dm kamu mau nikah. Ayo nikah. Mau?”
Benar kan, ini pasti lagi mimpi. Keyra sudah sering memimpikan banyak cara bagaimana Saga melamarnya. Kali ini hanya cara yang berbeda.
Sehingga Keyra terkekeh. “Ayo aja sih,” katanya. Gemetarnya sudah hilang. Di mimpi dia mau jadi orang yang normal. “Tapi cara ngelamar kamu nggak romantis banget. Kalo di mimpi tuh setidaknya bawa bunga kek.”
Saga sesaat terdiam. Matanya mengerjap sebelum menoleh pada meja ruang tamu yang ditengahnya ada vas bunga segar yang ditata di atas meja, membuat pria itu bangkit sebelum menarik setangkai yang berwarna merah, lalu memberikannya pada Keyra dengan tatap datarnya.
“Nih,” katanya. Membuat Keyra tersenyum sebelum mengambil bunga itu, lalu mendekapnya. Memang agak terlihat gila. “Udah?” kata Saga. “Mau nikah?”
Keyra tergelak. Lucu. Lalu mengangguk senang. “Ayo nikah,” katanya santai. Menunggu waktunya dia terbangun. “Aku mah udah siap jadi istri kamu dari 2 tahun lalu.”
“Ok.” Saga mengangguk samar. “Saya akan bilang Papa kamu kalo kamu setuju.” Saga bangkit dari kursinya. Membuat Keyra ikut bangkit. “Saya pulang dulu.”
Lantas setelahnya, Keyra hanya tersenyum saja sambil kembali ke kamarnya. Lantas menjatuhkan diri ke atas ranjangnya. Belum menyadari bahwa semuanya … adalah nyata.