Dialog Dini Hari

parkisye
15 min readFeb 19, 2024

--

🔞CW // Mention of kiss

Saga tidak tahu, apa yang mendasari dirinya mengikuti insting anehnya malam ini untuk memilih pulang.

Di tengah riuhnya suara musik di dalam club yang menggema kuat, juga pendar lampu biru merah yang menyala-nyala, Saga sempat terdiam lama ketika membaca satu pesan notes dari Keyra.

Giandra Saga,

Bahkan saat membaca satu kata nama lengkapnya yang Keyra tulis saja, Saga merasa hatinya nyeri luar biasa. Tubuhnya membeku di atas sofa club dengan tatap yang terpaku pada ponsel. Lantas pelan-pelan rasa hangat mulai meredamkan segala riuh di telinganya, menyamarkan gema hingga dia mulai merasa sepi.

Merasa sepi untuk bisa mendengar suara ceria Keyra mengatakan semua yang wanita itu tulis untuk Saga.

Saga bahkan bisa membayangkannya.

Sambil nunggu kamu pulang tadi, aku coba inget-inget, kapan yaa pertama kali aku ketemu kamu dan nonton vidio kamu untuk pertama kali?

Dua mata Saga menghangat. Dadanya mulai terasa sesak. Salah satu bentuk rasa bersalah yang selalu Saga simpan ketika dia dengan sengaja mengabaikan wanita itu karena hatinya lebih dulu dipenuhi dengan rasa benci pada semua tentang Keyra.

Tentang Keyra yang mencintainya begitu dalam hingga membuat Ayahnya melakukan segala cara, tentang Ayah Keyra yang membuat Saga harus membuang seluruh harga diri dan menggantungkan hidup pada keluarganya. Dan tentang kenyataan bahwa Saga harus melakukan semuanya demi kesehatan Ayahnya, Saga benci sekali.

Sehingga setiap kali wanita yang sudah menjadi istrinya itu selalu menyapanya dengan binar mata ceria pada Saga, tersenyum manis setiap kali dua tatap itu saling sapa, Saga merasa kesal sekali.

Kenapa tidak seperti Saga yang tersiksa, Keyra malah menikmati.

Kenapa tidak seperti Saga yang merasa hidupnya dipegang Ayah Keyra dengan penuh kendali, Keyra malah bahagia sekali.

Tidak adil. Bukankah setidaknya Keyra harus merasakan hal yang sama?

Sama-sama tersiksa.

Maka setiap kali ada kesempatan untuk bisa mengabaikan wanita itu, Saga melakukannya. Setiap kali ada kesempatan untuk tidak memperdulikan apapun pesan yang Keyra kirimkan, Saga melakukannya. Saga ingin membuat Keyra merasakan bagaimana tersiksanya hidup bersama pria yang dipaksa hidup bersamanya.

Walau pada akhirnya, Saga selalu merasa bersalah setelahnya.

Maka mungkin rasa bersalah itu juga yang mendasari langkah Saga untuk bangkit dari sofa club hingga mengabaikan panggilan seluruh teman-temannya. Langkahnya gontai, menembus kerumunan untuk kemudian dipertemukan dengan hening yang menyambutnya di luar, lalu mengambil waktu untuk mencari taxi untuk pulang.

Saga tidak ingat, ini mungkin sudah hampir jam 3 pagi ketika taxi mengantarnya sampai tepat di pelataran rumah. Saga tidak tahu apa yang dia harapkan, pun tidak mengerti apa yang nantinya akan dia ucapkan. Tapi yang jelas, dia ingin pulang.

Pulang, ke tempat dimana ada Keyra di dalamnya.

Maka tangannya pelan-pelan mendorong pintu untuk melangkah masuk lebih dalam, dipertemukan dengan hening yang menyapa tanpa ada suara apa-apa. Saga mungkin sudah terlambat, Keyra sudah terlelap.

Langkahnya bergerak membawanya memasuki sebuah bangunan asing yang sebelumnya tidak pernah dia sebut rumah. Karena hatinya tidak pernah ada di sana. Rasanya selalu hampa. Tapi hari ini, tujuan pulangnya ke sana.

Namun tepat ketika langkahnya sampai di area ruang tengah, seluruh geraknya terhenti di sana. Tatapnya tertegun melihat bagaimana ruang tengah itu terlihat tidak seperti biasa yang sehari-hari dia lihat. Membuat pandangnya mulai mengedar ke setiap sudut ruangan.

Hiasan-hiasan pesta berwarna gold, balon-balon huruf bertuliskan “Happy Debut Day” yang terpasang di dinding, balon-balon lain yang berserakan di lantai, semuanya, Saga merasa hatinya langsung ditarik paksa. Sesak luar biasa.

Mengetahui Keyra benar-benar merayakan hari ini dengan begitu seriusnya, hari yang semua orang pikir cukup dengan mengirimkan pesan dengan kata “Selamat, Saga.” lalu sudah,Keyra merayakan jauh lebih besar dari itu semua. Namun lagi-lagi, tanpa Saga.

Langkah Saga bergerak lagi untuk melihat lebih dekat. Tatapnya terangkat, sesekali akan turun ketika kakinya tidak sengaja menendang balon yang akhirnya melayang kecil, sebelum terjatuh lagi. Membuat Saga berpikir, apakah Keyra menyiapkan semuanya juga seorang diri?

Dengan gerakan yang masih pelan, Saga membungkuk untuk mengambil salah satu balon berwarna pink. Dipegangnya balon itu hanya untuk dia teliti, lantas membaca sebuah tulisan dengan spidol berwarna hitam yang terulis kecil di salah satu sisi.

Saga

Dengan tanda love kecil tepat di sebelahnya. Persis seperti semua pesan yang pernah Keyra kirimkan padanya lewat DM instagram dalam dua tahun terakhir ini. Sehingga tanpa sadar, Saga menarik sedikit ujung bibirnya. Tersenyum samar.

Senyum pertama yang Saga ciptakan tanpa terpaksa untuk Keyra.

Saga menaruh balon itu di atas meja. Dia sudah ingin berbalik dan naik ke kamar ketika geraknya terhenti lagi. Kali ini, lama. Dia terhenti lama ketika dia mendapati, ada Keyra yang kini terlelap di sofa besar ruang tengah. Meringkuk lelap dengan menopang pipi pada dua tangan di atas bantal, membuat dua mata Saga mengerjap.

Kalau mungkin Saga tidak minum cukup banyak alkohol malam ini, mungkin Saga tidak akan peduli. Saga jelas tidak terlalu mabuk, namun alkohol yang ada di dalam tubuhnya cukup membuat adrenalin pria itu berbeda dari biasanya, melakukan banyak tindakan yang sedari tadi bertolak belakang dengan rasa bencinya.

Berjalan mendekat ke arah Keyra.

Satu hal yang tidak akan Saga lakukan sebelumnya.

Mendekat.

Karena sebelumnya, Saga hanya akan menjauh. Terlalu jauh hingga Keyra bahkan tidak bisa mendapatkan balasan ketika wanita itu memanggil namanya. Terlalu jauh hingga Keyra bahkan tidak bisa mendapat tatap walau wanita itu sudah bangun sangat pagi hanya untuk belajar membuatkan sarapan untuknya. Sebelumnya, Saga tidak akan mau berdekatan dengan jarak sekecil ini.

Tapi malam ini, pria itu malah melakukan hal yang sebaliknya. Mulai menduduki diri di ujung sofa hanya untuk bisa melihat satu wajah yang selalu dia hindari sebelumnya.

Wajah Keyra.

Malam ini, Saga menatap lama. Mengerjap lambat pada detail wajah Keyra yang akhirnya dia perbolehkan untuk dia tatap cukup lama. Membuatnya menyadari, banyak hal dari Keyra yang baru dia tahu malam ini.

Bulu mata lentik yang bergerak kecil ketika wanita itu tertidur, helai-helai rambut coklat tuanya yang jatuh miring hingga mengenai hidung, juga bibir tipis Keyra yang sedikit manyun tanda wanita itu jauh dalam tidur. Membuat alam bawah sadar Saga refleks berkata,

Cantik.

Dua mata yang selalu berbinar cerah setiap kali memanggil namanya, senyum lebar yang selalu terkembang setiap kali wanita itu menyapanya, suara ceria yang selalu menggema merdu setiap kali wanita itu berbicara. Semuanya, Saga malam ini menyadarinya.

Cantik.

Lantas jemari putihnya pelan-pelan bergerak terangkat hanya untuk menyentuh helai-helai rambut Keyra dalam samar. Ragu, namun dia tidak berhenti. Membuat jari telunjuknya sampai lebih dulu, lalu menyampirkan helai rambut itu ke belakang telinga Keyra, membiarkan wajah wanita itu kini terlihat jauh lebih jelas. Namun malah membuat ada gerak kecil dari Keyra hingga Saga menarik tangannya, menatap Keyra yang pelan-pelan membuka segaris matanya.

“Saga?” Suara itu serak. Dua mata Keyra yang dipaksa terbuka masih kesulitan untuk mencerna keadaan. Ada Saga kini di depannya. Keyra bahkan harus mengerutkan kening hanya untuk memastikan. Dia sedang tidak bermimpi lagi. “Saga kan, ya?”

“Mm,” gumam Saga rendah. “Saga.”

“Saga!” Keyra yang langsung terduduk panik sempat membuat dua mata Saga merenggang. Jarak wajah wanita itu jadi terlalu dekat hingga Saga tercekat. “Saga, gawat! Tadi makanannya udah dingin, jadi aku buang semua.” Bahkan ketika Keyra bangun, dia hanya mengingat itu. “Kamu laper nggak? Baru pulang jam segini pasti laper banget. Mau pesen makan aja nggak? Bentar.”

Keyra yang sudah akan bangkit dari sofa membuat Saga cepat-cepat menahan pergelangan tangannya, membuat wanita itu kembali duduk di hadapan Saga.

“Biarin,” kata Saga dengan suara beratnya. Namun tidak mampu membuat Keyra masih sesekali menoleh ke arah pantry, membuat suara Saga terdengar lagi. “Keyra,” panggilanya. Lantas kali ini berhasil membuat Keyra menatapnya. “Biarin.”

Keyra mengerjap lambat saat menyadari Saga sudah menatapnya sedalam itu. Dua matanya bergerak pada dua mata Saga bergantian. Sesaat menahan napas ketika sadar jarak wajah keduanya kini sudah begitu dekat.

“Iya … biarin,” kata Keyra pelan. Matanya tergelincir pada bibir tipis Saga sebelum kembali naik pada matanya. “Saga … baru pulang?”

Pertanyaan bodoh, namun cukup bagi Keyra bisa mencuri jeda untuk bernapas saat Saga menjawab lagi,

“Mm,” gumamnya. Jemarinya di pergelangan tangan Keyra pelan-pelan merenggang. Terlepas walau tatapnya tidak begitu. “Kenapa?”

“Ya … nggak apa-apa, itu pertanyaan basa-basi aja sih. Soalnya — ”

“Kenapa susah-susah hias ruang tengah?” Maka ucapan Keyra tercekat di kerongkongan. Tatapnya mengedar pada segala hiasan di dinding yang sudah dia siapkan untuk Saga. “Buat apa?”

“Kan aku udah bilang kita harus ngerayain hari debut kamu secara ugal-ugalan, tapi kamunya nggak pulang-pulang. Eh, tapi liat deh aku punya apa.” Keyra tersenyum senang seraya bergerak mengambil topi kerucut ulang tahun di atas meja, lalu menunjukkannya pada Saga. “Liat, aku tadi rencana mau nyanyi selamat debut, Saga~ selamat debut, Saga~ pake nada selamat ulang tahun sambil pake topi ini pas kamu pulang. Hehehe lucu nggak?”

Saga mengerjap beberapa kali pada topi kerucut ulang tahun anak-anak itu, lalu kembali menatap Keyra.

“Kamu masih anggep hal kayak gini lucu?” Alih-alih menghina, Saga terdengar heran. “Kamu bukannya udah dua puluh tujuh tahun? Di bagian mana lucunya?”

“Ya masa dua puluh tujuh tahun nggak boleh pake kayak gini lagii. Kan topinya nggak ada tulisan dilarang untuk anak dua puluh tujuh tahun. Tuh, nggak ada.” Keyra membolak-balikan topi untuk menunjukkan pada Saga, sebelum bergerak memakai topi itu dengan senangnya, lalu mulai bertepuk tangan sebelum bernyanyi. “Selamat debut, Saga~ selamat debut, Saga~ selamat debut, Giandra Saga, semoga sukses besar albumnyaaa. Yeeeyy!”

Keyra yang bertepuk tangan lebih kuat membuat Saga harus meloloskan satu tawa malas, sebelum membuang tatap karena hatinya terasa hangat. Terlalu hangat hingga menjalar pada dua matanya. Baru kembali menatap Keyra ketika senyumnya sudah lenyap.

“Aku tadinya mau beli kue juga tau buat kamu, tapi takut nanti kamu malah marah dan bilang kayak lagi ngerayain anak TK ulang tahun, makanya aku beli makanan aja.”

“Ini juga kayak anak TK ulang tahun.”

“Kamu mah protes terus ah. Eh tapi tunggu, doanya belum.” Keyra yang seolah tidak peduli ada Saga yang terus mengikuti setiap geraknya langsung menautkan jemarinya seraya menutup mata, lalu tersenyum hingga Saga tertegun lagi di sana.

“Semoga karir Saga selalu naik dan nggak pernah turun, bahunya selalu dikuatkan setiap kali bebannya ditambahkan, juga selalu diberikan alasan untuk nggak nyerah dan terus bertahan. Amin.” Keyra sudah akan membuka matanya ketika dengan cepat tertutup lagi. “Eh satu lagi. Semoga Papa Saga cepet sembuh dan nggak ada dari kita yang sakit lagi. Amin amin amin. 99 kali. Amin.”

Hangat sekali.

Segalanya terasa hangat sekali.

Maka senyum Keyra terkembang lebih lebar ketika wajah Saga menjadi wajah pertama yang menyapanya ketika dua matanya membuka, membuat dua tatap itu terpaku lama. Membiarkan ada jeda hening yang Saga ambil hanya untuk menatap Keyra.

Sampai,

“Amin,” kata Saga dengan suara beratnya. Mengandung sedikit parau di ujung suaranya. “Sekarang bisa gantian ngomongnya?”

Keyra mengangguk cepat. Walau debar jantungnya ikut berlari cepat karena dia kini bisa membingkai wajah Saga dengan begitu jelas. Tepat di depannya.

“Apa?”

“Soal notes-nya.” Senyum Keyra reda. Lenyap ketika ingatan membawanya kembali pada setiap kata yang dia tulis pada sebuah notes untuk Saga.

“Kenapa … notes-nya?”

“Katanya mau bilang makasih?” Wajah Saga bergerak sedikit lebih dekat, menatap dua mata Keyra dalam lekat. “Aku mau denger.”

Keyra terdiam dengan mata yang masih terpaku pada dua mata Saga. Mengerjap, membuat ada gemuruh aneh yang mulai menekan dadanya kuat.

“Jangan cuma di notes. Aku mau denger.” Saga mengulangi. “Gimana?”

Keyra harus memutus tatap dengan menunduk ketika pandangannya memburam. Wanita itu mencuri jeda hanya untuk memainkan jemari di atas pangkuan, sebelum kembali menatap Saga untuk berkata,

“Saga tuh … benci aku, ya?” Seperti sedang diremas berkali-kali, hati Saga terasa nyeri. Pertanyaan pertama Keyra sukses membuat napasnya terasa menyakitkan. “Ya kan?”

Hening.

Saga bahkan tidak mampu menjawab iya hingga pria bungkam. Membuat Keyra kembali menunduk untuk tersenyum gamang.

“Aku udah inget tau, waktu itu, aku nonton vidio kamu yang mana.”

“Yang mana?”

“Yang waktu kamu main piano pake kaos putih.” Keyra mengangkat tatap, memaksakan senyumnya lebih lebar. “Kata kamu, itu lagu dari musisi kesukaan kamu. Jadi kamu mau mainin lagu itu tanpa ada konteks apa-apa. Ya cuma main aja.”

Keyra menjeda lagi hanya untuk meredakan gemuruh di hatinya, sebelum melanjutkan lagi.

“Tapi kamu tau nggak, Ga, sebenernya malem itu, aku lagi nyari vidio lain yang bisa ngajarin aku untuk nggak liat hari besok lagi. Nggak bangun lagi.” Keyra meloloskan satu kekeh sumbang karena malu. “Bodoh, ya?”

“Mm,” gumam Saga berat. Alih-alih memberikan kalimat positif, Saga malah mengiyakan. “Bodoh.”

“Aku tau.” Keyra menarik napas panjang. “Tapi terus nggak tau gimana, vidio kamu malah muncul dan jadi rekomendasi vidio di home youtube aku. Dan malah aku klik. Terus aku dengerin sampe abis sambil nangis.” Keyra terkekeh lagi, sebelum mereda lagi.

“Kamu tau nggak, malam itu, udah nggak ada kata-kata positif dari orang lain yang bisa bikin aku ngerasa bisa lebih baik dari sebelumnya. Nggak dengan kata-kata Abang yang selalu ngingetin aku kalo aku berharga, nggak juga kata-kata Mama yang selalu bilang kalo semuanya nggak apa-apa. Bahkan dokter yang nanganin aku juga cuma bisa kasih aku obat biar bisa tenang terus tidur. Tapi besoknya aku bakal mikir gitu lagi. Nggak ada yang berubah.”

Keyra menjeda ketika suaranya mulai gemetar, menunduk untuk mengepalkan jemari yang sama gemeternya. Membuat Saga menatap ke sana.

“Keyra — ”

“Aku juga pengennya nggak kayak gitu tau, sumpah,” kata Keyra yang mulai menjatuhkan air matanya dalam diam, menunduk lebih dalam. “Aku mikir — aku pasti cuma ngerepotin banyak orang kalo hidup aku cuma kayak gini-gini aja. Pasti cuma bikin Abang, Mama, sama Papa capek karna ngejagain aku yang aku sendiri nggak ngerti bisa berentinya kapan. Aku bukannya nggak mau sembuh, tapi nggak ngerti caranya gimana. Jadi aku pikir, apa aku berenti aja, ya? Mau udahan aja. Aku … udah nggak kuat.”

“Keyra …”

“Tapi terus vidio kamu muncul aja kayak jawaban Tuhan buat aku bertahan sedikit lagi.” Keyra mengangkat tatap basahnya, terkekeh sumbang saat menceritakannya. “Kayak Tuhan tuh lagi mendistraksi aku yang lagi nyari cara gimana nyudahin idup aku, tapi pake vidio kamu.” Keyra terkekeh lebih kuat. “Kayak seolah-olah Tuhan tuh ngomong, masih banyak alasan lain yang harus aku liat untuk aku mau bertahan sedikit lagi. Mungkin alasannya nggak harus hal-hal besar yang susah dicari. Mungkin alasannya justru hal-hal yang sederhana. Sesederhana bisa liatin vlog-vlog kamu setiap hari. Jadi waktu jari aku refleks buka vidio dan dengerin kamu main piano sampe selesai, entah gimana aku ngerasa … lebih tenang? Dan dari situ akhirnya aku selalu ngeliatin semua vidio kamu. Sampai…sekarang.”

Saga masih diam, sebelum pelan-pelan jari telunjuknya terangkat untuk mengusap pelan air mata yang jatuh di pipi Keyra, membuat wanita itu tertegun di sana.

“Kenapa, alasannya?” tanya Saga berat seraya mengusap kecil ujung mata Keyra yang lain. “Alasan kamu mau nyerah,” tanya Saga. “Kenapa?”

Alasannya

Dua mata Keyra langsung bergerak cepat pada dua mata Saga bergantian. Ingatannya langsung melemparnya jauh pada masa-masa kelam yang selalu membuatnya gemetar, membuat setiap kali Keyra mengingatnya, napasnya terasa menyakitkan.

Suara tawa banyak pria yang menatapnya remeh di bawah hujan malam, suara gemersak dari dua kakinya yang meronta namun tidak dihiraukan, lantas suara kancing-kancing celana yang dibuka cepat hingga dia ingin berteriak namun ditahan. Keyra mulai ketakutan.

“Keyra …” Saga yang melihat bagimana pupil mata Keyra bergetar membuat kening pria itu mengerut samar. Lantas menyentuh pipi Keyra ketika dua tangan Keyra kembali mengepal. “Keyra.”

“Sa–ga.” Maka segalanya mendadak gelap untuk Keyra. Tubuhnya gemetar, bibirnya bercelah ketika udara serasa tidak berhasil masuk ke paru-parunya. Telinganya bising, membuat Keyra langsung mengeraskan rahang untuk menahan gemelatuk gigi agar tidak terlalu kuat. “Sa–ga. Ta–kut.”

“Keyra — ”

“Merekanya–jahat, Saga. Mereka — ngetawain aku — terus — ujan, waktu itu — ujan. Malem. Aku — ” Keyra mulai menceracau cepat dengan air matanya yang terus berjatuhan, menatap Saga seolah mengadu pada seseorang yang bisa melindunginya. “Aku — nggak bisa apa — apa. Tapi mereka — ”

Keyra yang langsung menutup wajah dengan dua telapak tangan membuat Saga refleks menahan tangan itu, lantas dengan sigap membawa Keyra masuk dalam dekapnya hingga tangis Keyra pecah di dalam sana. Kuat. Membuat jemarinya mencengkram kaus belakang Saga dengan erat.

“Maaf — Saga,” isak Keyra terbata di dalam sana. Meluapkan semua sesaknya. “Maaf — nggak bisa cerita. Nggak — kuat. Maaf.”

“Nggak apa-apa,” kata Saga pelan. Tangannya mulai mengusap lembut punggung Keyra untuk menenangkan. Walau hatinya sendiri tidak bisa dia tenangkan. “Nggak usah cerita. Nggak apa-apa.”

Maka kini Keyra hanya terus meluapkan tangisnya di dalam sana. Dan Saga hanya diam tanpa menyela. Menunggu dengan sabar untuk Keyra puas menjatuhkan semua sesaknya. Semua sesak yang selalu dia tutupi dengan tawa cerianya.

Lama.

Sampai ketika tangis itu pelan-pelan mereda, Keyra menjadi orang pertama yang keluar dari dekapan Saga, menatap pria itu dengan isak yang masih ada.

Jemari Saga lagi-lagi mengeringkan pelan pipi Keyra. “Nggak usah cerita lagi. Nggak apa-apa,” katanya rendah, lalu menepuk pelan puncak kepala Keyra. “Aku nggak pinter nenangin orang. Tapi kalo masih mau nangis, juga nggak apa-apa.”

Keyra terkekeh sumbang sebelum menghapus semua air matanya. Ini aneh. Biasanya, dia harus meneguk banyak obat untuk bisa tenang setelah sesuatu memancing traumanya. Tapi malam ini dia bahkan bisa langsung terkekeh pada Saga. Pada seseorang yang mampu membuat seluruh tubuhnya tenang hanya dengan sebuah dekap hangatnya.

Keyra hampir tidak percaya.

“Saga hebat.” Keyra yang tiba-tiba memujinya membuat Saga mengerutkan kening, sehingga Keyra cepat-cepat menjawab. “Biasanya kalo kayak gini aku harus minum obat biar nggak kelamaan shaking-nya. Tapi ternyata dipeluk Saga juga bisa tenang ya. Lebih cepet dari obat malah. Hebat.”

“Iya?” tanya Saga serius hingga Keyra mengangguk. “Mau dipeluk lagi?”

“Nggak, nanti aku nggak mau lepas.” Keyra yang terkekeh tidak menular pada Saga, terus menatap dalam wanita di depannya. “Gawat nanti. Abis peluk, aku minta yang lain.”

“Minta apa?” Wajah Saga kembali mendekat hingga Keyra tertegun di sana. Kali ini, jantungnya berdebar dengan alasan yang berbeda. “Mm?”

“Eh … ” Keyra mengerjap lambat. Matanya lagi-lagi jatuh pada bibir Saga, naik pada hidungnya, lalu kembali ke matanya. “Nggak …”

Jemari Saga terangkat untuk menangkup pipi Keyra hingga kulit wanita itu terasa hangat. Darahnya berdesir cepat, melihat bagaimana wajah Saga terus mendekat.

“Minta,” kata Saga rendah tanpa menghentikan gerak. “Minta. Malam ini, aku kasih.”

“Saga …” jemari Keyra mulai meremas ujung kaus Saga ketika deru napas pria itu terasa hangat di wajahnya. Menderu berat hingga napas Keyra tercekat. “Saga …”

Tanpa menghiraukan panggilan itu, wajah Saga terus bergerak mendekat. Lambat. Namun malah membuat jantung Keyra terasa akan meledak.

Wajah Saga semakin dekat. Dan jemari Keyra sontak meremas ujung kaus Saga lebih kuat ketika kini, Saga memiringkan sedikit wajahnya untuk bibirnya … melumat lembut bibir Keyra.

Seperti ada kembang api yang baru saja meledak di udara, Keyra menikmatinya. Satu lumatan lembut yang Saga tanamkan cukup lama di sana. Sebelum kembali sedikit menjauh untuk menatap dua mata Keyra bergantian, menunggu reaksi wanita itu untuk melanjutkan.

Namun ketika yang Keyra lakukan adalah tersenyum, wajah Saga kembali mendekat seiring tangannya menangkup hangat pipi Keyra, membuat dua mata Keyra pelan-pelan terpejam untuk menerima setiap gerakan dari bibir Saga yang kini terasa lebih menekan juga lebih … menuntut.

Keyra sudah sering bermimpi segala macam hal tentang Saga. Dari pendekatan hingga pacaran, dari pacaran hingga dilamar, lalu dari dilamar hingga menikah. Semuanya, Keyra sudah sering memimpikan semuanya.

Tapi untuk membayangkan bagaimana Saga menciumnya, mengusap pelan rahangnya dengan jemari hangat pria itu sambil terus melumat bibirnya, Keyra baru merasakannya. Membuat darah Keyra mendidih hingga kepalanya pusing.

Pusing, terutama saat kini jemari Saga mulai merambat turun pada kulit lehernya, melepas sesaat ciuman hanya untuk memiringkan kepala ke arah sebaliknya, lalu kembali melumat lembut bibir Keyra dengan hangatnya.

Keyra pasti sudah gila.

Maka pelan-pelan lumatan-lumatan itu saling berbalas dengan gerak yang sama. Tidak ada suara lain di ruang tengah selain suara decap bibir mereka yang beradu, diiringi suara deru napas mereka yang semakin lama menjadi semakin memburu.

“Saga …” Keyra harus menggumamkan nama Saga ketika gairah keduanya mulai membuat Keyra kewalahan. “Saga …”

Tidak dihiraukan, jemari Saga bergerak turun untuk mengusap samar kulit bahu Keyra tanpa menjeda ciumannya. Pelan. Membiarkan Keyra bisa merasakan sentuhan jemari pria itu yang sedang mematri banyak titik di kulit lehernya, membuat Keyra tanpa sadar meloloskan satu lenguh lemah di bawah napasnya.

“Ga …” Darah Saga berdesir dengan cepatnya. Mendengar suara lenguh pertama Keyra di tengah ciuman keduanya, Saga merasa napasnya memburu luar biasa. “Saga…”

Saga langsung menekankan ciumannya hingga tubuh Keyra perlahan terdorong mundur. Tubuhnya merapat seraya tangannya menahan punggung Keyra agar tidak terjatuh, membaringkan Keyra di atas sofa tanpa memutus ciuman keduanya, membuat dua tangan Keyra refleks mengalung di tengkuk Saga untuk memperdalam ciuman mereka.

Dan Saga baru saja akan merendahkan tubuhnya pada tubuh Keyra saat,

Klak

Dua gerak itu langsung terhenti ketika suara dari arah kamar si mbak terbuka. Wanita itu berdiri menganga tanpa bisa bergerak, menatap Keyra yang kini sedang tertidur tepat di bawah tubuh Saga dengan tangan yang melingkar di tengkuknya, dan Saga yang kini berada tepat di atas Keyra. Terdiam dengan tatap yang terpaku lama.

Satu detik,

Dua detik,

Lalu,

“Oh!” Keyra dan Saga sontak menjauh ketika si Mbak membalik tubuhnya, merasakan kulit mereka seperti terbakar luar biasa. “Maaf, maaf, Non, Mas, Maaf. Saya tadi cuma mau beres-beres dapur soalnya sudah hampir pagi. Maaf. Saya akan masuk lagi. Silahkan dilanjut lagi.”

Si Mbak yang cepat-cepat berlari ke kamar lantas membuat Keyra dan Saga hanya bergerak untuk kembali terduduk di sofa dengan deru napas yang masih naik turun. Merapikan pakaian mereka yang berantakan, lalu saling membuang tatap canggung untuk bisa kembali memulai pembicaraan.

Sampai,

“Saga,”

“Mau nonton tv?” Saga menoleh dengan kulit putihnya yang memerah. Masih terasa hangat di seluruh tubuhnya. “Mau?”

Keyra mengangguk cepat. “Iya, nonton TV,” kata Keyra canggung. “Jam segini tuh biasanya acaranya bagus tau kayak …” dua mata Keyra bergerak cepat. “Siraman rohani.”

Iya, sepertinya itu tayangan yang cocok untuk mereka sih. Biar setannya pada pergi.

Tapi sepertinya Saga tidak bisa menangkap canda itu karena pikirannya sudah kalut sendiri. Tangannya hanya mengambil remote untuk menghidupkan TV, lalu menyandarkan punggung pada sofa untuk menekan-nekan tombol channel.

Keyra benar, semua isinya siraman rohani.

Maka keduanya kini hanya terdiam dengan menatap kosong pada TV yang menyala. Dua mata mereka terpaku pada layar, namun pikiran keduanya sama sekali tidak ada disana. Sebut saja ceramah yang sama sekali tidak masuk dalam telinga mereka. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja keduanya lakukan.

Sampai,

“Saga — ”

“Tidur.” Saga menyela tanpa mengalihkan tatap dari layar TV, lalu menepuk bahunya dua kali. “Sini. Tidur.”

Lantas setelahnya, Keyra hanya tersenyum sebelum menyandarkan kepala di bahu Saga, lalu pelan-pelan memejamkan mata ketika wangi parfume Saga tercium jelas hingga rasa nyaman menyergapnya, membawanya masuk dalam alam tidurnya. Saga hanya diam saja.

Keyra pikir, maka segalanya sekarang akan baik-baik saja. Dan Saga pikir, mungkin dia sudah tidak lagi membenci Keyra.

Namun mungkin semesta punya cara lain untuk keduanya. Karena kini, Saga merasakan ponselnya menyala di saku celana, mengambilnya, lalu mengernyit ketika nama Mama dan Hertanto Atmadja muncul secara bersamaan di sana, membaca isinya dengan mengeraskan rahangnya.

--

--

Responses (1)